You are currently browsing the tag archive for the ‘Novel’ tag.

rindu-editJudul buku : Rindu

Penulis : Tere Liye

Penerbit : Republika

Cetakan : XII, Februari 2015

Halaman : ii + 544 hal

Tidak seperti ketika mengulas buku-buku lain, di sini saya mencoba merangkum beberapa bagian yang kata-katanya memiliki makna yang kuat, yang bisa jadi inilah pesan utama dalam novel ini.

Semua kalimat di bawah ini berasal dari tokoh utamanya yaitu Ahmad Karaeng, seorang ulama besar di Sulawesi pada zamannya, yang disampaikan kepada Ambo Uleng, Daeng Andipati atau bahkan merupakan isi hati Ahmad Karaeng sendiri, dalam perjalanan di atas kapal menuju tanah suci. Silahkan disimak.

***

“Tentu saja bukan perjalanan ini yang kumaksud. Meski memang jarak Pelabuhan Jeddah masih berminggu-minggu. Melainkan perjalanan hidup kita. Kau masih muda. Perjalanan hidupmu boleh jadi jauh sekali, Nak. Hari demi hari, hanyalah pemberhentian kecil. Bulan demi bulan, itu pun sekedar pelabuhan sedang. Pun tahun demi tahun, mungkin itu bisa kita sebut dermaga transit besar. Tapi itu semua sifatnya adalah pemberhentian. Dengan segera kapal kita berangkat kembali, menuju tujuan yang paling hakiki.”

“Maka jangan merusak diri sendiri. Kita boleh jadi benci atas kehidupan ini. Boleh kecewa. Boleh marah. Tapi ingatlah nasihat lama, tidak ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri. Akan dia rawat kapalnya, hingga dia bisa tiba di pelabuhan terakhir. Maka, jangan rusak kapal kehidupan milik kau, Ambo, hingga dia tiba di dermaga terakhirnya.”

***

“Pahami tiga hal itu, Nak, semoga hati kau menjadi lebih tenang. Berhenti lari dari kenyataan hidupmu. Berhenti cemas atas penilaian orang lain, dan mulailah berbuat baik sebanyak mungkin.”

***

“Lihatlah kemari wahai gelap malam. Lihatlah seorang yang selalu pandai menjawab pertanyaan orang lain, tapi dia tidak pernah menjawab pertanyaan sendiri.”

“Lihatlah kemari wahai lautan luas. Lihatlah seorang yang selalu punya kata bijak untuk orang lain, tapi dia tidak pernah bisa bijak untuk dirinya sendiri.”

***

“Bagian yang pertama adalah, ketahuilah, Andi, kita sebenarnya sedang membenci diri sendiri saat membenci orang lain. Ketika ada orang jahat, membuat kerusakan di muka bumi, misalnya, apakah Allah langsung mengirimkan petir untuk menyambar orang itu? Nyatanya tidak. Bahkan dalam beberapa kasus, orang-orang itu diberikan begitu banyak kemudahan, jalan hidupnya terbuka lebar. Kenapa Allah tidak langsung menghukumnya? Kenapa Allah langsung menangguhkannya? Itu hak mutlak Allah. Karena keadilan Allah selalu mengambil bentuk terbaiknya, yang kita tidak selalu paham.”

***

“Bagian yang kedua adalah terkait dengan berdamai tadi. Ketahuilah, Nak, saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya. Bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di dalam hati.”

***

“Buka lembaran baru, tutup lembaran yang pernah tercoret. Jangan diungkit-ungkit lagi. Jangan ada tapi, tapi, dan tapi. Tutup lembaran tidak menyenangkan itu. Apakah mudah melakukannya? Tidak mudah. Tapi jika kau bersungguh-sungguh, jika kau berniat teguh, kau pasti bisa melakukannya. Mulailah hari ini. Mulailah detik ini. Berpuluh tahun kau terlambat melakukannya, Andi. Berpuluh tahun kau justru berkutat membolak-balik halaman itu, tidak pernah maju. Maka di atas kapal ini, berjanjilah kau akan menutup lembaran lama itu. Mulai membuka lembaran baru yang benar-benar kosong. Butuh waktu untuk melakukannya. Tapi aku percaya, saat kapal ini tiba di Jeddah, saat kau akhirnya berdiri menatap Masjidil Haram, hati kau sudah lapang seperti halaman baru. Kau tidak lagi membawa kebencian itu di Tanah Suci. Karena tidak pantas, seorang anak membawa kebencian pada ayahnya di Tanah Suci.”

“Pikirkanlah tiga hal tadi, Nak. Berhenti membenci ayahmu, karena kau sedang membenci diri sendiri. Berikanlah maaf karena kau berhak atas kedamaian dalam hati. Tutup lembaran lama yang penuh coretan keliru, bukalah lembaran baru. Semoga kau memiliki lampu kecil di hatimu.”

***

“Lepaskanlah, Ambo. Maka besok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu. Hei, Ambo, kisah-kisah cinta di dalam buku itu, di dongeng-dongeng cinta, atau hikayat orang tua, itu semua ada penulisnya. Tapi kisah cinta kau, siapa penulisnya? Allah. Penulisnya adalah pemilik cerita paling sempurna di muka bumi. Tidakkah sedikit saja kau mau meyakini bahwa kisah kau pastilah yang terbaik yang dituliskan.”

“Dengan meyakini itu, maka tidak mengapa kalau kau patah hati, tidak mengapa kalau kau kecewa, atau menangis tergugu karena harapan, keinginan memiliki, tapi jangan berlebihan. Jangan merusak diri sendiri. Selalu pahami, cinta yang baik selalu mengajari kau agar menjaga diri. Tidak melanggar batas, tidak melewati kaidah agama. Karena esok lusa, ada yang mengaku cinta, tapi dia melakukan begitu banyak maksiat, menginjak-injak semua peraturan dalam agama, menodai cinta itu sendiri. Cinta itu ibarat bibit tanaman. Jika dia tumbuh di tempat yang subur, disiram dengan pupuk pemahaman yang baik, dirawat dengan menjaga diri, maka tumbuhlah dia menjadi pohon yang berbuah lebat dan lezat. Tapi jika bibit itu tumbuh di tanah yang kering, disiram dengan racun maksiat, dirawat dengan niat jelek, maka tumbuhlah dia menjadi pohon meranggas, berduri, berbuah pahit.”

***

“Wahai laut yang temaram, apalah arti memiliki? Ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami.”

“Wahai laut yang lengang, apalah arti kehilangan? Ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan.”

“Wahai laut yang sunyi, apalah arti cinta? Ketika kami menangis terluka atas perasaan yang seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?”

“Wahai laut yang gelap, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.”

***

Beberapa mungkin merasa bingung dengan bagian di atas karena belum memahami alur cerita secara utuh. Bagi yang merasa penasaran silahkan membaca novelnya sendiri sampai selesai. Novel yang dianugerahi sebagai fiksi terbaik dalam Islamic Book Fair 2015 ini kaya akan pesan-pesan berharga. Selamat membaca. (sam)

Judul Buku : One Amazing Thing

Penulis : Chitra Banerjee Divakaruni

Penerbit : Qanita, Jakarta

Cetakan : I, Juni 2011

Tebal : 422 halaman

Bencana terjadi ketika salah satu tangan Aron Ralston tertimpa batu sesaat setelah ia melompat ke dalam rekahan di Grand Canyon. Naasnya batu tersebut tak bisa dipindah. Berhari-hari dia bertahan sendirian dengan perbekalan seadanya sambil mencari jalan keluar dari jebakan alam tersebut; mengangkat batu dengan tali, mengikis batu sedikit demi sedikit menggunakan pisau, meskipun ia sadar batu itu besar dan berat, dan tidak bisa dipindah apalagi hanya menggunakan satu tangan saja. Untuk membunuh kebosanan ia melakukan apa saja yang membuatnya sibuk, jika tidak secara fisik, ia menyibukkan pikirannya mengenang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya, atau memikirkan keinginan-keinginannya di kemudian hari.

Waktu terus berjalan. Saat tubuhnya melemah Aron mengambil keputusan penting sekaligus ekstrem untuk menyelamatkan hidupnya: memotong tangannya sendiri. Terdengar sadis memang, tapi tak ada cara lain. Dengan tenaga tersisa ia melanjutkan menyusuri rekahan tersebut demi menemukan titik tujuan petualangannya. Ia sampai dan menemukan air di dekatnya, dan yang lebih penting lagi akhirnya ia mendapatkan pertolongan.

Itulah kisah nyata Aron Ralston, seorang penggemar canyoneering dan mountaineering, seperti yang ia tulis sendiri dalam buku Between a Rock and a Hard Place yang kemudian difilmkan dalam 127 Hours.

Lalu, apa hubungan kisah di atas dengan novel yang kita bahas? Ceritanya mirip. Diceritakan, gempa besar tiba-tiba mengguncang hebat saat beberapa orang berada di kantor imigrasi India di Amerika.

Dalam waktu singkat ruangan menjadi berantakan, struktur bangunan rusak berat. Kondisinya berubah drastis. Sekarang mereka dalam bahaya. Reruntuhan di mana-mana. Belum lagi ancaman reruntuhan dari struktur  yang berasal dari atas. Genangan air dari pipa yang pecah memenuhi ruangan, semakin lama semakin meninggi.

Mereka menggunakan cara masing-masing untuk keluar dari reruntuhan tersebut. Tapi usaha mereka tak terlalu berguna. Akhirnya, mereka sepakat saling membantu. Mengumpulkan makanan dan minuman dan membagikan ke setiap orang, membantu yang cedera, dan dalam bentuk yang lain. Tak terasa bencana itu menyatukan mereka. Mereka menjadi lebih mengenal satu sama lain.

Semakin lama, bantuan yang ditunggu-tunggu tak juga datang. Sementara kondisi semmakin memburuk, air semakin meninggi. Di saat-saat seperti itulah seorang tokoh dalam novel ini, Uma, berusaha memecah kebuntuan dengan mengusulkan agar setiap orang menceritakan satu kisah yang berkesan dalam hidupnya. Awalnya ada beragam kekhawatiran tentang usul Uma dalam benak dan fikiran mereka. Setelah bercerita mereka justru menikmatinya, paling tidak mereka telah melepaskan semacam beban sebelum kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.

Hasilnya mereka bergantian menceritakan pengalaman hidup yang mereka rasa paling berkesan. Dari satu cerita mereka tertarik untuk menanggapi, menanyakan untuk mengetahui lebih dalam, dan bonusnya mereka mendapatkan simpati.

Ada 9 tokoh dalam novel ini. Menurut saya penulis berhasil mempertemukan mereka dalam satu setting tempat dan kejadian dengan cerita yang kuat. Mereka berasal dari latar belakang yang bermacam-macam, tapi itu tak membuat penulis kekurangan deskripsi. Sebagai contoh, penulis menceritakan kehidupan seorang muslim sebaik ketika ia menceritakan seorang hindu. Pun bagaimana ia menggambarkan tokoh baik yang berasal dari etnis india, kulit hitam, atau seorang china yang tinggal di India. Semuanya terasa lancar.

Kekuatan lain dari novel ini terletak pada cerita masing-masing tokoh. Terkesan tidak biasa, sederhana tetapi sarat dengan nilai sosial budaya yang kuat. Mohon maaf, saya tidak tidak akan mengisahkan ulang cerita mereka dalam tulisan ini karena akan demikian panjang. Saya lebih tertarik mengambil satu pelajaran dari novel ini : dalam kondisi sesulit apa pun, kita tidak boleh kehilangan harapan. Dan, ketika melihat orang lain mengalami kesulitan, kita membantu untuk menguatkan harapan itu tanpa melihat siapa mereka, dari mana mereka, dan balasan apa yang akan kita dapatkan.

Anda mungkin akan sedikit kecewa karena tidak menemukan akhir cerita yang benar-benar selesai. Kita tidak tahu apakah akhirnya mereka selamat atau tidak. Mungkin saja bagi penulis bagian itu tidak begitu penting. Bagaimanapun, buku ini menarik untuk dibaca. Bagi saya, ini sekaligus kado di akhir tahun yang berharga. Terima kasih.

(Sam, Jakarta, 2 Desember 2011)

Dalam Keterbatasan pun,

Kan Ada Kekuatan Itu…

Judul Buku : Moga Bunda Disayang Allah

Penulis : Tere-Liye

Penerbit : Republika

Tahun Penerbitan : 2oo6

Kota Penerbitan : Jakarta

Tebal Buku : 247 halaman

Senyap. Gelap. Hitam. Melati menatap ke arah jutaan kunang-kunang yang terbang.

Sayang, gadis kecil itu tidak akan pernah melihatnya……

Melati, bocah berumur enam tahun yang menggemaskan, berambut ikal, berpipi tembam, bermata hitam bagai buah leci, yang seharusnya bisa bermain, bisa melihat indahnya kehidupan, tapi tidak baginya. Dia hanya melihat gelap, tidak ada warna. Dia hanya mendengar senyap, tidak ada suara.

Setelah piring terbang, brisbee, menghantam dahinya, putus semua kesenangan. Liburan yang menyenangkan di Palau, Mikronesia berakhir dengan amat menyakitkan. Saat itu, Melati masih berusia tiga tahun, masih lucu-lucunya. Tapi, sejak saat itu, keterbatasan Melati mulai datang satu per satu. Melati pelan-pelan mulai buta. Seminggu kemudian, melati juga mulai tuli. Belum cukup. Melati juga kehilangan semua pengetahuan yang pernah dipelajarinya selama ini.

Bunda, seorang ibu yang baik, sangat sabar, tidak pernah berhenti berdo’a, berharap keajaiban Tuhan datang. Berbagai cara dilakukan. Tim dokter dari rumah sakit ternama ibu kota pun sudah didatangkan. Tapi, tak ada hasilnya. Kondisi Melati malah memburuk. Setiap hari mengamuk, menggerung. Melempar apa saja di sekitarnya. Pecah. Hingga Bunda yang mulai sakit-sakitan, lelah memikirkan keterbatasan putri semata wayangnya, hampir putus asa.

Sampai suatu ketika, pertolongan itu datang. Janji Allah, bahwa di balik kesulitan itu ada kemudahan, benar-benar datang. Lewat Karang, pemuda yang sangat mencintai anak-anak, yang bisa merasakan sentruman itu, kejaiban itu datang.  Melalui proses yang rumit dan panjang. Pengalaman pahit, meninggalnya 18 anak kecil di lautan luas, mengambang beku, sempat membuat pemuda itu jatuh dalam keterpurukan, terkungkung oleh rasa bersalah. Sampai, cahaya perubahan itu datang kembali. Karang berjanji akan membantu Melati. Melawan keterbatasannya. Menunjukkan pada semua orang bahwa Tuhan itu adil.

Sungguh novel yang mengharukan, diangkat dari kisah nyata, yang membuat hati ini menangis. Novel ini sarat makna, dengan bahasa yang unik, membawa pembaca larut dalam kisah novel, juga ada sisi humornya.

Membaca novel ini, membuat kita semakin bersyukur. Melati dengan keterbatasannya, buta, tuli, bisu, yang seakan terputus dari dunia karena tak ada alat berkomunikasi, harus membayar mahal untuk bisa mendengar, melihat indahnya dunia. Melati terjatuh berkali-kali. Sakit demam. Sampai tubuhnya luka-luka terkena pecahan tembikar. Melati harus melewati proses belajar yang sulit, menyakitkan Tapi, ada kekuatan dalam diri Melati, ada harapan, ada semangat yang membuncah untuk mengetahui segala hal. Sementara kita?

Novel ini juga membuat kita lebih mencintai Allah dan hamba-hamba-Nya. Ada hikmah di balik semua krisis itu. Saat musibah datang mencekik, saat diri terlalu lelah, saat asa seakan sirna, tetaplah berpikir positif kepada-Nya. Berikan usaha yang terbaik. Jauh di atas segalanya, Allah telah merajut yang terbaik untuk hamba-Nya.

Akan lebih menyentuh jika Anda membaca sendiri novel ini. Saya sangat merekomendasikan novel ini untuk dibaca oleh masyarakat luas. Semoga kita akan semakin mengerti hakikat kebahagiaan itu. Dan menjadi hamba yang senantiasa mencintai sesama kerena-Nya.

(Nurul Faiqotul Himma, Mahasiswa Teknik Kimia ITS)

Penulis                         : Habiburrahman el Shirazy

Penerbit                       : MQS Publishing

Cetakan/Tahun            : Cetakan XVII/ 2008

Tebal                           : 116 halaman

“Maka lihatlah sejarah- sejarah moyangmu untuk kebaikan masa depanmu,” demikianlah petuah bijak yang menafasi kelahiran buku ini. Buku best seller nasional ini memuat 29 kisah pilihan yang diambil dari hadits Nabi, kisah- kisah zaman sahabat Nabi, zaman tabi’in, dan kisah keteladanan dari berbagai belahan dunia Islam. Bahkan, beberapa kisah juga diambil dari fabel- fabel terkenal yang termaktub dalam kitab Al- Qira’ah Al- Rasyidah.

Karena diambil dari sumber- sumber terpercaya, buku ini tak hanya sekedar dongeng. Namun lebih dari itu, aneka kisah dan cerita yang ada di dalamnya mengandung jutaan ibrah atau pelajaran yang dapat menginspirasi pembacanya. Silahkan selami lautan isinya karena hikmah adalah mutiara yang hilang dan setiap orang berhak mendapatkannya.

Dibaca dari awal hingga akhir, semua kisah dalam buku ini penuh ajaran tentang budi pekerti (akhlak), kearifan, dan kebijaksanaan hidup. Semuanya diceritakan dengan indah, mengalir dan komunikatif. Meski bukan dongeng, buku ini cocok dibaca sebagai pengantar tidur maupun sumber inspirasi sebelum kita memulai aktivitas sehari- hari. Semoga kisah- kisah dalam buku ini dapat memberikan teladan yang baik untuk kita semua dan tentunya dapat membangun kepribadian dan akhlak kita. Amin. Selamat membaca!!!

Judul                           : Sherlock Holmes : Misteri Yang Tidak Terpecahkan

Pengarang                   : Mitch Cullin

Penerbit                       : Penerbit Hikmah

Halaman                      : 513 hal + xiv

Sebuah buku terjemahan pada umumnya memiliki tingkat bahasa dan jalan cerita yang berbeda dari pada buku non terjemahan pada umumnya. Tidak terkecuali dalam kisah lelaki tua yang dahulunya tersohor, Serlock Holmes. Detektif terkenal sepanjang cerita petualangan kasus misteri.

Novel yang dahulunya dikarang oleh Conan Doyle ini, akan mengalami banyak perbedaan saat dikarang oleh Mitch Cullin. Banyak sanjungan yang didapatkannya dari media-media di Amerika. Seperti halnya media The New York Time mengatakan bahwa novel ini mengaharukan, sebuah gambaran menyentuh tentang masa tua seorang pria yang dahulu pernah bebas.

Pada pembukaan cerita ini akan didapatkan lelaki tua renta yang terlihat tidak berdaya dengan ketuaannya. Berjalan layaknya lelaki jompo pada umumnya. Kegagahan diusia mudanya seakan tertelan usia tuanya. Kejayaannya tak terlihat sedikitpun.

Ya, dia adalah Serlock Holmes, detektif favorit kita yang hilang ditelan usia. Namun dalam ketuannya ini, kemampuan mudanya akan diuji lagi dalam sebuah kasus. Dalam perjalan kisah tuanya ini, terdapat masalah yang harus dia selesaikan dan hadapi. Bahkan diakhir kisah, masalah yang rumit membuatnya terlihat lebih tidak berdaya.

Kisah Holmes diawali dengan menuliskan kisah petualangan memecahkan sebuah kasus di jaman mudanya ke dalam sebuah buku harian. Perlahan ingatan yang udah lama pun mulai di ingat-ingat lagi. Berlanjut dengan perjalannnya di Kobe menyelesaikan sebuah kasus di usia tuanya. Dan puncak dari kisah ini adalah penderitaannya ditinggalkan oleh orang yang sangat dia kasihi.

Dalam perjalan menyelami kasus, banyak istiah-istilah asing yang unik, menambah pengetahuan kita tentang alam, budaya, dan lebah. Misalnya dari sebuah kejadian alam yang lebih dekat dengan kita yaitu tentang lebah dan tabuhan. Jika kita disengat oleh tabuhan kemungkinan yang akan kita lami adalah kejang perut, mual-mual, tekanan darah anjlok, ada perasaaan lemah lunglai, tenggorokan dan mulut membengkak, sehingga kita tidak akan bisa menelan dan meminta tolong kepada orang lain, perubahan denyut jantung, kesulitan bernapas, dan terakhir kita akan jatuh dala keadaan sekarat. Dan yang memicu seekr tabuhan untuk menyengat adalah karena adnya ketidak nyamanan dari kita manusia. Salah satu adegan  dalam novel in yang menerangkan ini, peristiwa meninggalnya Roger anak dari Mrs. Munro pembantu Holmes. Kematian yang diakibatkan kesalahan menyiram lubang rumah tabuhan dengan air.

……………………………………………………………………………………………………..

Bocah itu telah disengat, tentu saja. disengat berkali-kali, Holmes tahu sejak pertama kali lihat. Sebelum Roger mati, kulitnya menjadi kemerahan, gatal-gatal disekujur tubuh. Barangkali Roger kabu dari para penyerannya. Apa pun yang terjadi, Roger telah menyulurkan dari pekarangan lebah ke padang rumput, dikejar oleh kawanan lebah. Tak ada indikasi muntah di pakaiannya atau disekitar bibir dan pipinya, meskipun bocah itu pastilah menderita kejang perut, mual-mual. Tekanan darahnya anjlok, menimbulkan perasaan lemah lunglai. Teggorokan dan mulut sudah pasti membengkak, membuatnya tak bisa menelan atau meminta tolong. Perubahan denyut jantung tentu mengikuti, juga kesulitan bernapas, dan barangkali pikiran mengenai maut yang mendekat (Roger adlaah anak yang cerdas……………). Lalu, seperti tergelicir memasuk sebuah pintu bawah tanah, dia roboh di tengah rerumputan dan menjadi tak sadarkan diri  — sekarat……………………………………………………………………………………..

…………………………………………………………………………………………………………………..

Dari budaya banyak hal yang terjadi dalam perjalan Holmes di Kobe,Jepang. Tertama perjalanannya denga Mr. Umezaki di sebuah pantai. Perjalan mencari sebuah daun prickly ash yang digunakan sebagai royal jelly. Terdapat seorang shamisen, di tepi pantai yang di ikuti oleh anak-anak kecil dibelakangnya. Dalam bahasa Indonesia shamisen berarti sejenis kecapi.

…………………………………………………………………………………………………….

Dengan bantuan Mr. Umezaki, Holmes berdiri disampingnya, menatap ke balik rumput liar. Mereka melihat sebuah arak-arakan renggang dan panjang anak-anak di pantai, bergerak pelan kea rah selatan menuju tempat para pemulung pantai; pad tempat paling depan berjalanlah seorang lelaki berambut acak-acakan dalam balutan kimono hitam (jari tengah dan telunjuk salah satu tangnnya menekan senar).

“saya kenal orang-orang semacam dia,”tutur Mr. Umezaki setelah arak-arakan itu bergerak menjauh.”Mereka adalah pegemis yang bermain demi makanan atau uang. Sebagian besar sngat terampil memainkannya—sebenarnya mereka cukup makmur di kota-kota yang lebih besar.”

…………………………………………………………………………………………………………………

Namun dari segi alur kita akan mendapatkan alur yang begitu rumit, tidak seperti sebgaian novel lainnya. Dan ini adlah cirri khusus dari setiap permasalahan yang terjadi dalam sebuah kasus petualangan. Yang membedakan dengan novel pad umunya adalah kita mendapatkan tiga kasus dalam novel ini. Dan alur dalam setiap kisahnya akan saling terpisah dalam setiap kelanjutannya. Jika kita termasuk orang yang tidak terlalu suka dengan membaca aka merasa cepta bosan. Begitu pun jika kita termasuk awam dalam membaca novel, hal membosankan akan kita temui terlebih dahulu sebelum menyelesaikan kisah ini.

Ke tiga kisah yang akan kita dapati adalah kisah pada masa lalu Holmes yang tidak pernah ia pecahkan masalahnya dan diakhiri dengan meninggalnya seorang gadis yang dikasihi oleh Holme sekaligus istri dari kliennya. Dan dikasus yang kedua, Holmes akan mengajak kita berjalanjalan mengunjungi dengeri Sakura yang berakhir dengan sebuah pengakuan masa lalu Holmes. Sedangkan peristiwa kasus terakhirnya adalah kehidupan Holmes saat ini yang sekali lagi dtinggal oleh orang yag dia kasihi. Ketiga kisah tersebut dirangkai dalam satu rangkaian peristiwa, tersusun begitu apiknya. Diakhir kisah akan didapata Holmes yang tenggela dalam dukanya

Inspiring Words For Your Life

Diambilkan dari dua novel karya Peter O’Connor

  • When Tomorrow Comes
  • Seeking Daylight’s End

When Tomorrow Comes (Novel)

  • Yang penting bukan berapa lama kita hidup, melainkan hidup yang bagaimana yang telah kita jalani.
  • Aku ingin mengalami hidup sampai aku mati.

  • Satu hal yang selalu benar, yaitu waktu yang kita buang tak mungkin diperoleh kembali. Kita masing-masing diberi satu kali kehidupan, dan kalau kita menyia-nyiakan hidup itu untuk hal-hal yang tidak sungguh-sungguh kita cintai, yang kita dapatkan hanyalah tragedi.

  • Kita tidak boleh takut pada perubahan, hidup itu dimaknai oleh perubahan. Kita semestinya malah takut kalau kita sama sekali tak pernah berubah.

  • Akan selalu ada hal-hal yang tak mampu kau kendalikan, tapi kau baru benar-benar gagal kalau kau membiarkan hal-hal ini mencegahmu mencoba. Kalau kau tak pernah menagambil resiko, kau pun takkan pernah mencapai apa-apa. Lebih baik mencoba dan gagal, daripada takut mencoba.
  • Ada orang yang menghabiskan hidup tanpa pernah sekali pun mencoba melakukan hal-hal baru, karena mereka takut gagal. Yang tidak mereka sadari adalah, walaupun orang pemberani tidak hidup abadi, orang yang selalu berhati-hati malahan tidak pernah hidup sama sekali.

  • Besok…

Akan kulakukan segalanya yang memang seharusnya kuperbuat, dan semuanya akan menjadi lebih baik.

Besok aku akan meluangkan waktu untuk menyelesaikan segalanya,

Karena jauh di lubuk hatiku, aku tahu bahwa apa pun yang tidak segera kulakukan takkan pernah terjadi,

Karena esok tak pernah tiba.

  • Kalau kita buang semua bagian diri kita yang merupakan hasil dikte orang lain, apa yang tersisa ?

Kita bangga atas individualitas kita, tapi kita berusaha menjadi apa yang diharapkan orang lain dari diri kita.

Dalam usaha kita agar disukai orang lain, kita menyerahkan kendali atas hidup kita sendiri, dan membiarkan mereka yang menentukan nasib kita.

Untuk menghibur diri, kita menciptakan hal-hal yang kreatif untuk menyenangkan diri kita, agar kita tetap gembira, agar kita tetap sibuk. Agar kita tidak perlu memikirkan apa saja kehilangan kita.

Kita menganggap diri kita penguasa atas segalanya di bumi ini, tapi karena kita tidak berkuasa membuat keputusan sendiri, sesungguhnya kita bukanlah penguasa apapun.

Kita hidup dalam sangkar yang terbuat dari tuntutan, rutinitas, dan kebiasaan, dan setelah begitu lama hidup dalam batas-batas ini, kita lupa bahwa kita sesungguhnya terperangkap.

Kalau kita buang semua bagian diri kita yang merupakan hasil dikte orang lain, apa yang tersisa ?

Masihkah ada yang tersisa ?

  • Untuk menyederhanakan hidupmu, putuskan apa saja yang paling penting bagimu dan jatuhkan pilihanmu.
  • Kita ingin hidup kita berbeda,

tapi tak ada yang pernah berubah,

jadi kita pun masih tetap sama.

  • Kejarlah lebih dari sekedar kenyamanan hidup. Gapailah bintang-bintang !
  • Ingatlah apa yang kaucari dari hidup ini, dan teruslah maju ke arah tujuan itu. Hanya kau yang punya kuasa untuk meraihnya, atau membuat dirimu sendiri gagal. Tak ada orang lain yang diminta pertanggungjawabannya. Putuskan apa yang kauinginkan, dan berusahalah untuk menjadikannya kenyataan. Jangan sampai kau lupa hidup karena terlalu sibuk bermimpi.

  • Waspadai pemikiran-pemikiran. ”Besok”…Kalau kau mulai menunda hal-hal yang ingin kau lakukan untuk untuk hari lain, ingatlah, hari esok itu tak pernah datang.

  • Jangan tumpahkan air mata untukku. Sebaliknya, tertawalah, dan hiduplah, dan temukan kebahagiaan.

  • Hidup terdiri atas serangkaian momen. Bagaimana kita memilih untuk melewatkan momen-momen ini, dan bermakna tidaknya kenangan-kenangan itu, inilah yang memberi arti bagi hidup kita.

Seeking Daylights End (Novel)

  • Siapa pun bisa berani membayangkan hal yang luar biasa, tapi hanya sedikit yang benar-benar luar biasa sehingga berani mencoba melakukannya.
  • Selama ini kita hidup dalam batas-batas yang sudah ditentukan sebelum kita lahir. Tidakkah kalian ingin menemukan sesuatu di luar batas itu, dan menuturkan kisah kalian sendiri?
  • Keberanian lahir dari kekuatan untuk percaya pada dirimu sendiri, meski tak ada orang lain yang percaya padamu.
  • Kalau kau pasang telinga baik-baik, kau akan bisa mendengar gema kebijaksanaan dan pengetahuan dari berbagai tempat dan waktu. Seluruh pengetahuan yang terkandung di dunia ini tersedia bagi siapapun yang mau percaya dan mau mendengarkan. Lebih dari segalanya, inilah yang akan membantumu menuntaskan perjalananmu.
  • Kita tak bisa mengajari orang untuk percaya, mereka harus menemukan sendiri jalan mereka.

  • Jangan pernah berhenti percaya pada dirimu sendiri dan impianmu. Asal kau tidak menyerah dan terus berusaha, kau akan selalu mencapai apa yang sungguh-sungguh kauinginkan. Satu-satunya orang yang bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalanmu adalah dirimu sendiri.
  • Kalau kita tak mau mendengarkan, kita pasti takkan mendengar.

  • Kebebasan adalah pilihan yang hanya bisa dibuat oleh dirimu sendiri, kau diikat hanya oleh belenggu ketakutanmu.

  • Berusaha lalu gagal bukanlah tragedi. Tragedi terjadi kalau kita tidak pernah berusaha karena takut gagal.
  • Mereka yang percaya sesuatu itu mustahil, akan selalu mendapati hal itu memang mustahil. Sementara mereka yang percaya tidak ada yang mustahil, akan selalu menemukan jalan

  • Terkadang risiko dalam hidup adalah tak pernah mengambil risiko sama sekali.

  • Kalau kau takut pada sesuatu hanya karena hal itu berbeda dari apa yang biasanya kauketahui, berarti kau mengurung dirimu sendiri dalam penjara yang bahkan lebih kokoh daripada tembok-tembok yang paling tinggi.
  • Meski kita semua mempunyai tujuan yang sama, masing-masing harus menemukan jalannya sendiri. Sebab tak ada jawaban yang bisa ditemukan hanya dengan mengikuti jejak kaki orang lain.
  • Nilai seseorang tidak ditentukan oleh kemampuan atau penampilan fisik mereka, melainkan oleh pikiran, perbuatan, dan tindakan mereka.

  • Dalam hidup ini, kita hanya mendapatkan kembali apa yang kita berikan. Kepercayaan, bila diberikan dengan murah hati, akan dibalas dengan kepercayaan juga.
  • Hidup penuh dengan bahaya. Hadapi rasa takutmu dan lakukan apa yang harus kaulakukan. Jangan samapai rasa takut menghalangimu hidup.

  • Jangan pernah putus asa dalam menggapai impianmu, karena hanya ada satu orang yang bisa menghentikanmu : dirimu sendiri. Ingat! Kalau kaupikir kau akan gagal, kau pasti akan gagal.

  • Tujuan apa yang menggerakakkan hidupmu? Tujuanmu sendirikah, atau tujuan orang lain?
  • Ketika rasa putus asa menghancurkan semangatmu dan keletihan menjerat tubuhmu, satu-satunya pilihanmu adalah meneruskan perjalanan, meski tampaknya kau pasti gagal, karena hanya pada saat itulah kau punya kesempatan untuk berhasil.

  • Sebelum orang lain bisa membantumu, kau harus bersedia membantu dirimu sendiri.

  • Kalau kau bisa melakukan hal-hal besar karena orang lain percaya padamu, bayangkan apa yang bisa kaulakukan kalau kau percaya pada dirimu sendiri.
  • Walau perjalanan kita tampak sulit, hanya rasa takut yang bisa mencegah kita maju terus. Tapi rasa takut itu sesungguhnya hanya ada dalam pikiran kita, bukan dalam kenyataan. Apakah kita mau melihat jurang yang tak bisa diseberangi, atau petualangan mendebarkan. Itu pilihan kita sendiri.

  • Tak ada yang bisa menenangkan pikiran kita, membuka hati kita atau membantu kita mengerti, karena semua itu harus kita lakukan sendiri, dan kebenaran akan datang kalau kita sudah siap menerimanya.

RENCANA KEJAHATAN UNTUK SEBUAH KEAJAIBAN

Judul Buku                   : Miranda Jangan Ambil Nyawaku

Penulis                          : Carol Matas

Judul Asli                      : Cloning Miranda

Penerjemah                  : Utti Setiawati

Penerbit                        : Kaifa

Tahun terbit                  : 2004

Jumlah halaman : 196 halaman

“Siapa subjek-subjek ini? Mengapa mereka mati? Apakah mereka pasien? Dan apa maksud gagalnya  fungsi sensorik?Aku membalik halaman – halaman itu dengan cepat. Makin banyak data. Menurutku, tak satu pun yang masuk akal, dan aku terlalu gelisah untuk tinggal di dalam ruangan itu lebih lama lagi.”

Itulah sepenggal kutipan yang terdapat pada halaman 126 dari novel bergenre fiksi ini. Novel ini menceritakan seorang gadis bernama Miranda yang memiliki segalanya, baik kekayaan, kecantikan, kecerdasan dan peran penting dalam  resital balet di sekolahnya. Tetapi semuanya berubah, ketika ia mengetahui bahwa dirinya terjangkit penyakit langka dan mematikan yang semakin lama akan merusak fungsi organ hatinya. Hal ini semakin diperburuk setelah  ia mengetahui kenyataan pahit dan sangat mengejutkan bahwa dirinya adalah kloning dari anak pertama orang tuanya, Jessika.

Seakan hal tersebut belum cukup buruk dan mengejutkan, ia lalu mendapati sebuah kenyataan lagi bahwa orang tuanya dibantu dokter spesialis dari klinik yang dikelola oleh mereka, ternyata telah membuat seorang kloning lagi sebagai “jaminan asuransi” untuk Miranda. Fakta tersebut memberikan arti bahwa kloning atau “jaminan asuransi Miranda” tersebut harus mati demi menyerahkan organ hatinya untuk menyelamatkan hidup Miranda. Akankah hal tersebut terjadi ?

Terlepas dari kontroversi mengenai kloning itu sendiri, buku ini secara umum lebih menekankan pada nilai nilai kemanusiaan, seperti persahabatan dan kasih sayang keluarga. Alurnya yang cepat dan mudah dimengerti serta klimaksnya yang memuaskan dikemas dengan ringan sehingga cocok untuk pembaca muda atau pembaca yang sekedar ingin menikmati buku yang ringan.

Namun dapat diambil sebuah hikmah dari buku ini bahwa sebagai seorang insan, sabar dan syukur harus senantiasa mengiringi setiap langkah kita. Apabila hal tersebut terjadi, tak ada yang perlu dirisaukan dan dikhawatirkan, sehingga hati kan terasa tenang. Manusia hanya bisa berencana, tak dapat menembus masa depan, sekuat apapun ia. Kematian,apabila Allah SWT menghendaki terjadi pada diri hambaNya, tak dapat ditunda atau digagalkan oleh menusia, meski ia berlindung di balik benteng yang paling kokoh sekalipun. Akan tetapi yang perlu diperhatikan manusia adalah setiap hikmah yang diberikan Allah pada setiap peristiwa, pada setiap skenario terindah yang ia pilihkan untuk setiap hambaNya.

Carol Matas adalah penulis buku – buku anak dan remaja, diantaranya novel – novel sejarah seperti The Garden, After the War, Lisa, Jesper, Sworn Enemies dan Daniel’s Story. Novel – novel kontemporernya antara lain The Freak dan Telling. Ia juga asisten penulis Perry Nodelman dalam komik petualangan fantasi Of Two Minds dan More Minds. Buku – bukunya meraih posisi – posisi terhormat, diantaranya dua nominasi Governor General’s Award, Silver Birch Award dan Red Maple Award. Carol Matas tinggal di Winnipeg, Manitoba

By Kartika Ratna P.

0f978153103ab85b3b26f1ee87310d89Judul Buku       : The Kite Runner

Pengarang        : Khaled Hosseini

Tahun Terbit     : 2008

Penerbit            : Qanita

Tebal Buku       : 496 halaman

Novel bestseller versi New York Times karya Khaled Hosseini ini telah diterbitkan dalam 42 bahasa. Novel yang sangat fenomenal, yang membuat kita ingin tahu lebih jauh tentang arti dan juga hakekat kehidupan. Novel ini menceritakan tentang kehidupan masyarakat yang berbeda status sosial dan juga asal ataupun keturunannya. Namun tetap bisa hidup bersama hingga sesuatu mengguncang hidup mereka. Dimulai dari kehidupan di masa anak-anak hingga mereka dewasa dan matang dalam melakukan semua tindakan mereka.

Amir, tokoh aku dalam novel ini sebagai pelaku utama dalam novel ini. Hassan, sahabat dan teman yang selalu setia menemani Amir kemanapun dia pergi. Hassan yang selama hidupnya belum bisa melihat wajah ibunya karena setelah melahirkan ibunya meninggalkan dia yang terlahir dengan bibir sumbing ini dan juga meninggalkan ayahnya untuk menjadi seorang penyanyi.  Amir dan Hassan adalah dua orang yang berbeda latar belakang sosial dan juga keturunannya, namun mereka bisa menjalani hidupnya bersama dalam waktu yang tidak pendek. Hassan, seorang keturunan Hazara yang berasal dari kalangan muslim syi’ah selalu menjadi bahan ejekan semua orang karena raut mukanya yang kurang menarik. Ali, ayah Hassan adalah teman yang selalu setia menemani kehidupan ayah Amir. Ali ditinggal pergi oleh istrinya seminggu setelah kelahiran Hassan. Sebuah anugrah yang indah dari sang kuasa yang bisa menyatukan mereka meski perbedaan yang begitu banyak dalam hidup mereka. Amir dan Hassan akan selalu bermain dan pergi kemanapun bersama. Kebiasaan mereka adalah mendaki bukit dan Amir membacakan cerita untuk Hassan karena Hassan tidak bisa membaca.

Baba adalah orang yang sangat terhormat dan disegani di lingkungannya. Baba mempunyai kegiatan rutin di ruangannya, yaitu merokok sambil berbincang-bincang dengan Rahim Khan, teman bisnisnya.Baba sangat menyayangi Amir dan juga Hassan. Baba tidak akan pernah melupakan hari  ulang tahun Hassan, dan tiap tahun Baba akan selalu memberi hadiah kejutan untuk Hassan. Terkadang Amir merasa iri akan perhatian yang diberikan baba pada Hassan. Seperti ketika baba memberi hadiah kepada Hassan untuk mengoperasi bibirnya yang sumbing, Amir juga merasakan bahagia. Kini bibir Hassan telah dioperasi, hanya tinggal garis merah yang tertinggal di sudut bibirnya.  Amir dan Hassan takkan terpisahkan, meskipun jurang perbedaan dalam diri mereka sangat dalam.

Hubungan keduanya sangat erat dan ketika saat yang mereka tunggu telah tiba, musim dingin. Dengan berbagai lomba layang-layang yang akan mereka ikuti. Selama 12 tahun Amir tidak pernah sekalipun memenangkan perlombaan itu, berbeda dengan ayahnya yang  selalu bisa diandalkan dan juga bisa melakukan semuanya sendiri. Sifat antara Amir dan ayahnya sangat berbeda, amir yang sangat penakut sedangkan baba atau ayahnya yang sangat pemberani. Baba dan Hassan mempunyai banyak hal yang sama dalam hal kebiasaan dan juga keberaniannya. Kini tibalah saat olimpiade layang-layang dimulai, Amir dan Hassan juga mempersiapkan segala sesuatunya. Awalnya Amir amat takut kalah namun karena dorongan baba dan juga Hassan akhirnya Amir berjuang mengikuti lomba itu. Babak demi babak dinulai, namun akhirnya Amirlah yang jadi pemenangnya. Saat itu, Hassan langsung menawarkan diri untuk mengejar layang-layang yang putus terakhir karena layang-layang itu bisa menjadi kebanggaan yang bisa mereka tunjukkan kepada semua orang. Hassan adalah pengejar layang-layang yang sangat hebat, dia bisa mengetahui dimanakah kira-kira layang-layang itu akan terjatuh. Dan Amir sangat yakin bahwa Hassan akan bisa mendapatkan layang-layang itu.

Namun setelah ditunggu sampai senja merayap Hassan tak kunjung datang maka Amir memutuskan untuk mencarinya. Amir bertanya pada setiap orang yang ditemuinya di jalan. Hingga dia menemukan Hassan dengan tiga orang yang selalu mengganggu dan memusuhi Hassan. Mereka ingin menyingkirkan Hassan karena mereka tidak menyukai Hazara.

Amir hanya diam terpaku, melihat apa yang terjadi pada Hassan. Assef, pemimpin dari ketiga orang itu berusaha mengambil layang-layang yang telah didapatkan Hassan untuk Amir. Semua terjadi begitu cepat,dan Amir berlari meninggalkan mereka. Bersembunyi di dekat pasar dan mulai menampakkan diri ketiga tiga orang tadi telah melewatinya. Amir sadar bahwa dirinya adalah seorang pengecut, tapi dia tak mau mengakuinya. Hingga mereka bertemu dalam gelap, Amir tidak bisa melihat wajah Hassan dengan jelas begitu juga dengan sebaliknya. Setelah kejadian itu, Amir dan Hassan tak lagi bercakap-cakap dan bermain bersama.

Hingga di suatu sore, Ali berkata kepada baba bahwa dia akan pergi dari tempat yang selama ini ia tinggali. Baba sangat terkejut dan menangis di hadapan Amir untuk pertama kalinya. Namun keputusan Ali itu tak dapat di ubah lagi, maka dengan berat baba melepas kepergian mereka. Beberapa bulan setelah mereka pergi, Baba dan Amir ikut pergi ke Peshawar. Kehidupan disana amatlah berbeda apalagi setelah mereka tak bersama lagi dengan Hassan dan juga Ali. Amir memulai hidup baru disana. Setelah lama tinggal di Peshawar, akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya ke Amerika Serikat.

Disana mereka bekerja sebagai tukang loak, dan dari hasil itulah mereka mencukupi kehidupan sehari-harinya. Hingga pada suatu sat baba jatuh sakit dan di vonis menderita kanker paru-paru stadium akhir. Bagaikan petir di siang bolong mereka mendengar kabar itu. Namun itulah yang terjadi, meskipun baba juga tidak mau di terapi untuk memperpanjang hidupnya di dunia ini. Selama di loak itu, Amir bertemu dengan seorang gadis yang cantik rupawan. Rupanya Amir jatuh hati padanya dan dia akhirnya meminta kepada baba untuk melamarkan gadis itu untuknya. Untuk hal ini tidak terlalu sulit karena baba telah mengenal ayah agdis itu. Pesta pernikahanpun dilakukan dengan sangat sederhana, mengingat kondisi kesehatan baba yang makin menurun.

Hingga saat terakhir Amir melihat baba, ketika sebuah telepon yang datang dari Rahim Khan, sahabat baba yang dulu selalu menemani baba dan juga Ali. Telepon inilah yang akan mengubah hidupnya untuk selanjutnya. Amir berpamitan kapada Soraya, istrinya bahwa dia akan pergi sebentar untuk mencari sahabat lama baba. Akhirnya Amir bertemu dengan Rahim Khan, namun perubahan dalam diri Rahim Khan sangat mengejutkannya. Rahim menceritakan semua rahasia dan juga kebohongan yang selama ini ada dalam hidup mereka. Tentang kenyataan bahwa dia dan Hassan adalah saudara tiri. Mereka mempunyai ayah  yang sama dan menyusu pada orang yang sama meski ibunya berbeda.

Potongan puzzle kehidupan terus berputar, Amir mendengar bahwa Hassan telah menikah dan mempunyai seorang anak laki-laki. Namun hal yang sangat membuatnya sakit adalah kenyatan bahwa Hassan telah meninggal karena telah dibunuh oleh orang talib. Kini Amir tahubahwa keponakannya membutuhkan pertolongannya, anak dari Hassan yang telah sebatang kara karena telah ditinggal mati oleh kedua orang tuanya. Amir tahu bahwa nama anak Hassan adalah Sohrab. Sohrab sekarang ada di Afghanistan, tanah kelahiran Amir dulu. Sohrab adalah anak yang cerdas. Meskipun kadang semua tindakannya membingungkan.Sohrab adalah anak yang pendiam dan tak banyak bicara, mungkin lingkungan panti asuhanlah yang membuatnya jadi seorang yang pendiam.

Pernah ketika Amir gagal mengurus visa dan surat adopsi untuk perpindahan Sohrab ke Amerika Serikat.Sohrab tak berkata apa-apa, hanya diam dan diam merenungi nasibnya. Sohrab sangat takut dikembalikan ke panti asuhan sehingga dia mencoba bunuh diri dengan memotong pergelangan tangannya. Namun Amir masih bisa menyelamatkannya, dan Amir berjanji tidak akan memasukkan Sohrab ke panti asuhan lagi. Dengan kejadian itulah maka Sohrab semakin menjadi seorang anak yang pendiam. Begitu juga ketika mereka sudah berangkat ke Amerika setelah Amir menelepon dan memberi tahu istrinya bahwa dia tidak pulang seorang diri namun bersama seorang anak.

Sesampainya di Amerika, Soraya sudah menunggu kedatangan mereka berdua. Sungguh kejadian yang mengharukan, setelah mereka terpisah hampir sebulan dan tak ada satu kabarpun pada Soraya. Soraya sangat bergembira akan datangnya Sohrab, mungkin dari Sohrab itulah muncul rasa keibuan yang dimiliki oleh semua wanita. Namun Sohrab tetaplah Sohrab yang dulu meski mereka telah berusah membuat Sohrab menjadi anak yang ceria. Sohrab tetap jadi anak yang pendiam. Hingga pada suatu hari, Amir mengajaknya bermain layang-layang, namun tak ada senyum dalam setiap tindakannya. Sampai pada akhirnya Amir bisa memenangkan layang-layang dan menawarkan diri kepada Sohrab untuk mengejar layang-layang yang telah diputuskannya. Amir berpikir bahwa tindakannya itu sebagai penebus kesalahannya pada Hassan di masa kecilnya. Kehidupan baru akan dimulai dan lembar demi lembar mewarnai kehidupan mereka.

Buku ini sangat menarik, apalagi jika dilihat dari sisi sosial. Kehidupan yang berasal dari kasta dan juga kelas sosial bukanlah hidup yang mudah. Kita bisa mengetahui bagaimana keadaan yang dialami oleh orang yang terbuang, orang yang tak dianggap akan hadirnya. Buku ini menghadirkan cita rasa yang tinggi bagi sang pembaca, sungguh sangat menyentuh dan menggugah perasaan kita. Cerita yang sangat menyentuh dan juga mempesona membuta kita lupa bahwa kita ini hidup di dunia ini bukan karena status sosial semata. Buku yang sangat indah, yang menyajikan korelasi antara jiwa dan juga spiritual. Kehidupan di luar yang tak pernah kita ketaui. Tentang Afghanistan dan kesedihan serta kepiluannya. Tentang Taliban yang amat keras dalam melakukan ajaran agamanya. Mungkin hanya untuk kepentingan pribadi. Amir, yang kehidupannya serba kecukupan dan juga kasih sayang orang tua yang tercurah hanya padanya dan Hassan itu ternyata memendam suatu rahasia yang terus membayanginya selama hidupnya. Sungguh ironi bila Amir tidak bisa melihat apa yang telah terjadi pada dirinya dan Hassan.

Perbedaan dan segala sesuatu yang bisa memisahkan mereka ternyata berhasil memisahkan mereka ketika sebuah kesalahan itu dilakukan oleh Amir. Mungkin kita juga bisa merasakan hal yang sama seperti Amir, ingin jujur namun sangat berat untuk mengatakannya. Tapi berat beban yang ditanggungnya tak mampu ia sembunyikan. Sungguh sulit apabila kita yang berada pada posisi Amir. Amir yang lemah tetapi jago dalam hal mengolah kata. Amir yang ingin menjadi seorang anak yang benar-benar dianggap dan disayangi oleh baba. Perjuangannya sungguh sangat berat.

Begitu pula dengan Hassan, yang selalu setia menemani dan membela Amir dalam setiap masalah. Namun dia tak bisa berbuat karena dia hanyalah seorang Hazara. Hazara, orang yang tidak dianggap keberadaannya. Mungkin dalam hati Hassan berpikir andai dia yang menjadi Amir.  Mungkin kalau kita yang jadi Hassan akan tetap setia pada Amir karena tak ada lagi teman yang mau bermain bersamanya. Perasaan senang dan juga sedih yang dirasakan oleh Hassan belum tentu bisa dirasakan oleh kita yang taak pernah mengalami masa sulit seperti Hassan.

Buku ini sangat cocok untuk kita, mahasiswa yang ingin tahu lebih dalam tentang sebuah perasaan dan juga pengorbanan. Tentang sebuah rasa yang mungkin tak pernah kita rasakan sebelumnya. Kita bisa sedikit merasakan bagaimana sedihnya apabila menjadi seseorang seperti Hassan. Pengorbanan yang tidak akan sia-sia karena telah dilakukan dengan sepenuh hati. (Fida)

Judul                : Bidadari Bidadari Surga (Novel)

Penulis             : Tere-Liye

Penerbit           : Penerbit Republika

Tahun              : 2008

Halaman          : vi+368

Beruntung sekali Penerbit Republika masih memiiki dua penulis fiksi (tanpa bermaksud mengerdilkan penulis yang lain) yang tetap produktif menulis karya-karya terbaiknya. Yang satu, siapa lagi kalau bukan Habiburrahman El-Shirazy. Karya monumentalnya, Ayat Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, suksesnya bahkan merambah ke dunia film. Yang kedua adalah Tere-Liye, penulis novel best seller Hafalan Shalat Delisa dan Moga Bunda Disayang Allah. Kini, kita sedang membahas salah satu lagi karyanya, novel Bidadari Bidadari Surga.

Dikisahkan di lembah Lahambay, dekat Gunung Kendeng, di tengah-tengah Bukit Barisan, tinggallah keluarga Mamak Lainuri . Mamak tinggal bersama lima anaknya, Laisa, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri dan Yashinta. Mereka hidup penuh keterbatasan. Sampai berangsur-angsur kehidupan keluarga membaik. Dalimunte sekarang adalah seorang profesor, namanya terdaftar dalam 100 peneliti fisika paling berbakat di dunia. Wibisana dan Ikanuri bekerja sama sebagai pemilik perusahaan modifikasi mobil. Yashinta adalah peneliti dari lembaga penelitian dan konservasi di bogor, ia juga koresponden foto National Geographic. Dan Laisa adalah perintis sekaligus pemilik perkebunan strawberry puluhan hektar, yang memenuhi separuh lembah Lahambay. Rumah Mamak yang dulunya reot kini berubah seperti villa indah. Dibandingkan masa-masa susah mereka, kehidupan mereka kini bahkan lebih dari sukses!

Tokoh utama dalam novel ini adalah Kakak Laisa, anak tertua. Secara fisik Laisa kurang beruntung dibanding adik-adiknya. Ini sangat mencolok. Bahkan Laisa jauh berbeda. Saat kecil pertumbuhan Laisa tidak normal. Badannya lebih pendek dibanding teman-teman seusianya. Wajahnya tak proporsional. Rambutnya gimbal dan kulitnya hitam. Perbedaan ini seperti menjelaskan kalau Laisa memang tidak memiliki hubungan darah dengan Dali, Wibi, Ikanuri dan Yash. Bahkan dengan Mamak Lainuri sendiri.

Sebenarnya Mamak Lainuri menikah dua kali. Pertama dengan seorang duda dengan bayi enam bulan. Bayi itu Laisa. Ayah Laisa memliki perangai yang buruk, suka minum minuman keras, kasar, suka main tangan. Suatu saat Laisa yang masih berumur sembilan bulan tercebur ke dalam baskom air. Ayahnya yang bertugas menjaga, malah tertidur pulas dengan mulut bau minuman keras. Beruntung Mamak Lanuri yang baru pulang dari kebun berusaha menyelamatkan nyawanya. Meski selamat, Laisa tumbuh tidak normal. Ayah Laisa memang tidak bertanggung jawab. Saat Laisa berumur dua tahun, ayahnya justru tega meninggalkan Laisa dan Mamak Lainuri. Pergi entah kemana.

Kemudian Mamak menikah lagi. Dari pernikahan kedua inilah lahirlah Dali, Wibi, Ikanuri dan Yashinta. Sayang, saat mereka masih kecil, Bapak mereka meninggal diterkam harimau Gunung Kendeng.

Meskipun kurang beruntung, alih-alih rendah diri dan menyesali nasibnya, Laisa justru menjalani hidupnya dengan indah. Mengisinya dengan berbuat baik, bersyukur dan berbagi. Menjadi pribadi penuh kerja keras, anak yang berbakti kepada orang tuanya, sekaligus seorang kakak yang menyayangi dan melindungi adik-adiknya. Perjuangan dan pengorbanannya mengantarkan dirinya sosok yang sangat istimewa bagi orang-orang disekitarnya.

Kak Laisa-lah yang mengenalkan berang-berang kepada Yashinta. Saat itu Yash baru enam tahun dan Laisa enam belas tahun. Demi menyenangkan adiknya itu, Laisa mengajak Yash merambah hutan menuju sungai tempat berang-berang itu biasa muncul. Berang-berang termasuk hewan pemalu, jarang-jarang suka muncul. Yashinta senang sekali bisa melihatnya. Anak sekecil itu. Dan berang-berang yang lucu.

Bagi orang lain ini mungkin bukan sesuatu yang tiak penting. Tapi bagi Laisa, asalkan itu demi adik-adiknya, ini urusan yang jauh lebih penting. Bagi Yash, jauh sebelum dia mendapatkan pelajaran biologi di sekolah atau kampus, ia sudah mendapatkannya lebih dulu dari seorang kakak sekaligus guru alamnya.

Suatu saat Dalimunte pernah membolos sekolah untuk memuaskan dirinya membuat kincir air di sungai. Dalimunte memang dari kecil tertantang dengan penemuan-penemuan yang aneh-aneh. Ketertarikan yang ikut membawa kepada Dalimunte dewasa, seorang profesor. Tapi untuk apa pun itu, membolos bukanlah alasan yang dapat dibenarkan. Kak Laisa yang tahu Dalimunte sedang membolos, tak bisa tinggal diam. Marahnya seketika,

“Kau anak lelaki Dalimunte! Anak lelaki harus seolah! Akan jadi apa kau jika tidak sekolah? Pencari kumbang di hutan sama seperti orang lain di kampung ini? Penyadap damar? Kau mau menghabiskan seluruh masa depanmu di kampung ini? Setiap tahun berladang dan berharap hujan turun teratur? Setiap tahun berladang hanya untuk cukup makan! Kau mau setiap tahun hanya makan ubi gadung setiap kali hama menyerang ladang? Huh, mau jadi apa kau, Dalimunte? “

Keras memang. Tapi kasih sayang tidaklah harus selalu bermakna kelembutan.

Kak Laisa baik sekali. Bahkan boleh dibilang terlalu baik. Saat menangkap basah dua sigung nakal, Wibisana dan Ikanuri mencuri mangga di kebun Wak Burhan, saat semua penduduk kampung bekerja bakti membuat kincir air di sungai, seperti biasa akhirnya Kak Laisa marah-marah. Biasanya mereka berdua akan menurut. Tapi sekarang Ikanuri berani melawan.

“Kami tidak mau pulang. Tidak Mau. Kau bukan kakak kami. Kenapa pula kami harus menurut!”

Seketika teriakan itu membuatnya beku.

“Kau bukan kakak kami! Kenapa pula harus menurut”

“Lihat! Kulit kau hitam. Tidak seperti kami, yang putih. Rambutmu gimbal. Tidak seperti kami, yang lurus. Kau tidak seperti kami, tidak seperti Dalimunte dan Yashinta. Kau bukan kakak kami. Kau pendek! Pendek! Pendek!”

Kata-kata itu bertubi-tubi menusuk hati Laisa.

“Kau bukan kakak kami”

Meski Laisa berusaha menghentikan.

“Hentikan Ikanuri! Hentikan…”

Kata-kata Ikanuri semakin lantang.

“Kau jelek! Jelek! Jelek!”

“Pendek! Pendek!”

Saat Wibi dan Ikanuri beranjak pergi, Laisa hanya bisa bisa jatuh tertunduk. Menahan tangis. Betapi sedihnya Laisa. Sedih sekali.

Kak Laisa berhak bersedih. Dia memang bukan kakak mereka. Seluruh penduduk lembah juga tahu itu. Tapi tega sekali Ikanuri mengatakannya. Satu kesempatan, dimana dia berhak untuk bersikap lebih keras kepada adik-adiknya, Laisa bahkan tak melakukan apa-apa. Daya pengampunan, ketegaran sekaligus rasa kasing sayang yang luar biasa.

Dua sigung ini, Wibi dan Ikanuri memang bebal. Mereka ceroboh memasuki hutan Gunung Kendeng. Pikir mereka itu jalan pintas menuju kota kecamatan. Padahal di hutan itu tinggal harimau-harimau yang berbahaya. Ayah mereka pun meninggalnya juga karena diterkam harimau.

Dan benar…Mereka kini berhadapan dengan bahaya. Berhadapan dengan harimau-harimau buas. Beruntung ada Laisa. Saat situasi segenting itu, saat ketakutan memuncak, datanglah Laisa yang entah mendapat kekuatan dari mana tiba-tiba muncul mengacung-acungkan obor menghalau harimau-harimau yang siap menerkam dua adiknya itu.

Kejadian itu menyadarkan Wibi dan Ikanuri. Laisa kepada Wibi dan Ikanuri, saat pulang dari hutan,

“…Suatu saat nanti kalian akan melihat betapa hebatnya kehidupan ini…Betapa indahnya kehidupan di luar sana. Kalian akan memiliki kesempatan itu, yakinlah…Kakak berjanji akan melakukan demi membuat semua ini terwujud…”

Laisa menyebut berulang-ulang, “Bekerja keras, bekerja keras,bekerja keras” Kata-kata yang membekas dan akan selalu diingat oleh Wibi dan Ikanuri.

Kak Laisa selalu menunaikan janji-janjinya. Bahkan demi adik-adiknya, Laisa memutuskan untuk berhenti sekolah. Laisa tidak pernah menyesal. Ia tulus. Sepanjang hari rela terpanggang terik matahari di ladang. Bangun jam empat membantu Mamak memasak gula aren. Menganyam rotan hingga larut malam. Tidak henti, sepanjang tahun. Mengajari adik-adiknya disiplin, kerja keras dan mandiri. Mamak Lainuri beruntung dapat mengurus keluarganya dengan bantuan putri sulungnya ini.

Keterbatasan fisik membuat Laisa-karena tidak kunjung mendapatkan jodoh-harus merelakannya dirinya dilintas adik-adiknya. Dalimunte, Wibisana dan Ikanuri sebenarnya berat melintas kakaknya. Tapi Laisa-lah yang kemudian memaksa mereka agar tak menunda niatnya untuk menikah. Bukannya tanpa usaha, perjodohan-perjodohan yang dilakukan tak pernah berujung pada pernikahan Laisa.

Satu hari sebelum pernikahan Wibisana dan Ikanuri (mereka menikah bersama) Laisa batuk darah di kamar mandi. Kejadian itu hanya Mamak Lainuri yang tahu. Laisa memang meminta Mamak untuk tidak menceritakan kepada yang lain. Saat diperiksakan ke rumah sakit, Laisa ternyata mengidap kanker paru-paru stadium satu.  Seperti itu, ia berusaha untuk selalu tegar.

Ia menyimpannya sendiri rahasia itu bertahun-tahun, sampai penyakit itu menggoroti tubuhnya. Membuatnya lemah terbaring di tempat tidur. Kondisinya sudah sangat kritis. Seluruh keluarga berkumpul menungguinya sambil memberinya semangat. Dalimunte, Wibisana, Ikanuri ikut membawa serta istri dan anak-anaknya.

Semakin hari semakin lemah. Dan di saat-saat itu, sebelum ajal menjemputnya ia masih sempat meminta adiknya yang terakhir, Yashinta, untuk menikah di depannya. Itulah pernikahan terakhir di keluarga ini. Menandai perginya Kak Laisa untuk selamanya. Seluruh keluarga dan masyarakat Lahambay merasa kehilangan yang sangat atas kepergian sosok yang istimewa dan dihormati ini.

Novel ini menguras emosi pembacanya. Benar-benar mnenyentuh. Tere-Liye pintar membawa alur bolak balik antara kehidupan sekarang dan kehidupan masa lalu mereka. Mengharukan memang, sampai-sampai Ratih Sang dalam endorsement-nya menulis

“Buku ini sarat makna akan kerja keras, pengorbanan dan penghormatan. Air mata saya menetes deras ketika mata dan angan saya sampai pada halaman 62. Saya ingin seperti Laisa…”

Terakhir, ada baiknya kita dengarkan apa yang dituliskan penulis novel ini dalam epilognya,

“Wahai, wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah ‘terpilih’ di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah, wanita-wanita salehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar, bidadari surga parasnya cantik luar biasa.” (sam)

Daftarkan email Anda untuk berlangganan artikel terbaru dari Rumah Baca Cendekia

Join 26 other subscribers

Resensi Yang Lain

Kunjungan

  • 41,543 kali